Tim Desa Energi Berdikari (DEB) UNS Gelar Study Banding Budidaya Maggot

Maggot atau biasa disebut sebagai larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF) berasal dari bahasa latin yaitu Hermetia illucens  merupakan salah satu hewan yang mampu menguraikan sampah organik dengan cepat daripada hewan lain. Adanya maggot menjadi solusi untuk menguraikan sampah limbah rumah tangga. Daerah Joglo, Surakarta merupakan salah satu kawasan padat penduduk, secara tidak langsung limbah rumah tangga yang dihasilkan cukup banyak. Melihat dari permasalahan sampah yang cukup krusial di daerah Joglo, ibu-ibu rumah tangga memiliki solusi untuk menjadikannya sebagai bahan budidaya maggot. Maggot memiliki manfaat bagi KWT Ngudi Makmur yaitu sebagai bahan pakan untuk budidaya lele. 

 

Tim Desa Energi Berdikari (DEB) Sobat Bumi Universitas Sebelas Maret (6/1) melaksanakan kegiatan Studi Banding bersama Kelompok Pemuda POKDAKAN Tunas Muda Sejahtera I dari Desa Sobokerto ke Kelompok Wanita Tani (KWT) Ngudi Makmur Surakarta. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mempelajari terkait budidaya maggot yang akan menjadi salah satu luaran dari target pengembangan Energi Biogas di Desa Sobokerto oleh kelompok pemuda. 

 

Kegiatan Studi Banding disambut dengan baik oleh pengurus KWT Ngudi Makmur Joglo. Ketua KWT Ngudi Makmur, Ibu Petty menyambut kelompok pemuda dengan antusias untuk saling berbagi pengalaman. Selain itu, kegiatan ini juga dihadiri oleh pemateri yang sudah ahli di bidang pengelolaan maggot yaitu Ibu Kamti sebagai koordinator pengelola maggot dalam kelompok tersebut. Kegiatan ini dibimbing langsung oleh Dr. Ayu Intam, S.Pt., M.Sc. selaku dosen mentor.

 

Ibu Kamti menjelaskan secara detail terkait pengelolaan budidaya maggot yang berasal dari sampah organik. Secara siklus, hidup maggot dimulai dari telur maggot. Telur akan menetas dalam waktu satu minggu, kemudian akan menjadi larva atau baby maggot. Maggot dikembangkan di biopond (tempat pembesaran maggot) selama 21 hari diberi pakan sampah organik. 

 

Selanjutnya, maggot akan memasuki fase prepupa. Selama 14 hari maggot tidak makan untuk menjadi pupa. Setelah memasuki fase pupa, maggot memerlukan waktu tiga sampai tujuh hari untuk bermetamorfosis menjadi lalat BSF. Ketika sudah menjadi lalat BSF, para pejantan hanya memiliki waktu tiga hari untuk berkembang biak dengan lalat betina. Selepas melakukan proses perkembangbiakan, lalat jantan akan mati dan lalat betina akan masuk ke fase pembibitan atau bertelur selama tiga hari berikutnya. Lalat betina akan mengikuti jejak para pejantan setelah menyelesaikan proses bertelur. Begitu pula seterusnya siklus tersebut berulang. 

 

“Manfaat larva BSF (maggot) diantaranya menguraikan sampah, sebagai pakan ikan dan unggas. Keunggulan budidaya larva maggot adalah aman bagi manusia (tidak menimbulkan wabah penyakit), pertumbuhan yang cepat, bersih, perawatan mudah, biaya produksi murah, dan bisa diproduksi di lahan yang sempit,” terang Ibu Kamti.

 

Adanya kegiatan budidaya maggot, diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru bagi kelompok pemuda POKDAKAN Tunas Muda Sejahtera I. Selain itu, manfaat yang didapatkan dari opsi budidaya maggot juga dapat dijadikan pakan ternak dan pembuat kompos. Harapannya melalui studi banding ini, pengalaman dan pengetahuan terhadap pengelolaan maggot dapat berjalan dengan lancar dan meningkatkan perekonomian Desa Sobokerto.  Serta semoga UNS selalu memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat.

 

Penulis: Kharisma Mayang Puspita

Editor : Moh Sayful Zuhri


  • Dipublikasikan pada : 06 Jan 2024

  • Publisher : Admin DRAK